tag:blogger.com,1999:blog-37505242282513803892023-11-15T07:12:35.015-08:00SumedangSumedanghttp://www.blogger.com/profile/07745853117072452947noreply@blogger.comBlogger2125tag:blogger.com,1999:blog-3750524228251380389.post-366666459620443612010-02-23T04:28:00.000-08:002010-02-23T04:31:08.015-08:00<div class="snap_preview"><p><span style="font-weight: bold;font-size:180%;" >Menelusuri Jejak Sejarah SUMEDANG</span><br /></p><p><br /></p><p style="text-align: justify;">Sumedang merupakan kota yang identik dengan tahu, ya, jika seseorang menyebut nama kota ini maka yang akan langsung teringat adalah tahu goreng yang memang menjadi salah satu oleh-oleh terkenal dari Sumedang. Namun jangan salah sangka di Sumedang ini kita juga bisa berwisata di beberapa situs sejarah.<br />Perjalanan ke Sumedang tidak bisa dikatakan terlalu jauh.dari Kota Bandung, jaraknya hanya sekitar 45 km. Ada beberapa pilihan angkutan umum jika anda ingin bepergian ke Sumedang dari kota Bandung. Anda bisa menggunakan bis jurusan Bandung – Cirebon dari terminal Cicaheum dengan ongkos tak lebih dari Rp. 10.000,00, atau Anda bisa menggunakan bis kota jurusan Dipati Ukur – Jatinangor atau Kebon Kalapa-Tanjungsari lalu turun di tempat pemberhentian bis kota dan naik angkutan umum berwarna coklat jurusan Cileunyi-Sumedang.<br />Penelusuran jejak sejarah ke Sumedang sebetulnya sudah dimulai sejak masih dalam perjalanan. Di jalan menuju Sumedang ada sebuah jalan yang bernama Cadas Pangeran, jalan yang memiliki tikungan tajam ini juga memiliki cerita perjuangan tersendiri.<br />Pada tahun 1800, ketika Gubernur Jenderal Daendels datang untuk mengontrol jalan raya Anyer-panarukan yang melewati tempat tersebut, mengajak Bupati Sumedang Pangeran Kusumadinata IX, yang lebih dikenal sebagia Pangeran Kornel, bersalaman yang ternyata disambut oleh pangeran kornel dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya memegang keris sehingga gubernur yang memiliki kebijakan kerja rodi dan dikenal kejam itupun terkejut dan menjadi lemah dalam menghadapi Pangeran Kornel.<br />Peristiwa itulah yang kemudian diabadikan menjadi nama jalan tersebut, yakni jalan Cadas Pangeran. Tahun pembuatannya diabadikan dalam prasasti batu marmer berhuruf Sunda yang terletak disalah satu di salah satu cadas jalan Cadas Pangeran, dan peristowa itupun dapat dilihat di patung yang ada di jalan tersebut.</p><div> </div><p style="text-align: left;"><strong>Makam Tjut Nya’ Dien </strong></p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;">Ada beberapa situs sejarah di Sumedang namun salah satu situs sejarah yang cukup terkenal adalah makam pahlawan nasional Tjut Nya’ Dien yang wafat tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga milik H. Husna. Tempatnya hanya beberapa ratus meter di sebelah selatan Kota Sumedang, tepat bersebelahan dengan kompleks pemakaman keluarga Pangeran Sumedang di Kampung Gunung Puyuh, Desa Sukajaya, Kecamatan Sumedang Selatan.<br />Pada mulanya tidak ada yang tahu jika lahan milik almarhum H. Husna ini merupakan makam Tjut Nya’ Dien. Bukan apa-apa, hal itu dikarenakan pada masa pengasingannya semenjak tahun 1905 pemerintah Belanda tidak pernah memberitahu identitas Tjut Nya’ Dien yang sebenarnya. Akhirnya masyarakat Sumedang saat itu mengenalanya sebagai guru ngaji yang bernama Nyai Prabu dari Seberang.<br />Menurut Nana Sukmana (60), juru kunci makam Tjut Nya’ Dien sejak tahun 1982 itu, ketika diasingkan Tjut Nya’ Dien hanya ditemani oleh seorang anak berusia 9 tahun yang bernama Teuku Nana. Dalam pengasingannya, Tjut Nya’ Dien tinggal di sebuah rumah panggung di Kampung Kaum, Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang Selatan,bersama keluarga Kiai Haji Ilyas dan Hajjah Solehah.<br />Rumah di belakang Masjid Agung Sumedang yang ditinggali Tjut Nya’ Dien berdasarkan saran Bupati Sumedang saat itu, Pangeran Aria Soeriaatmadja, masih tetap ada dan dihuni oleh keturunan Kiai Haji Ilyas.<br />Makam yang baru ditemukan pada tahun 1959 itu kemudian dipugar pada tahun 1987 ketika Gubernur Aceh dijabat Prof. Dr. Ibrahim Hasan. Renovasi makam itu membuat makam pahalawan nasional yang dikelilingi pemakaman keluarga Haji Husna menjadi berbeda.<br />Makamnya ditutup dengan marmer dan ditulisi dengan huruf Latin dengan bahasa Aceh dan juga huruf Arab. Selain itu makam tersebut juga diberi atap dengan gaya arsitektur khas Aceh, dan di komplek pemakamannya dipagar dan selalu dikunci rapat. Pada nisan itu pula tertulis nama Tjut Nya’ Dien dengan ejaan yang benar, karena menurut Nana tulisan yang ada di buku sejarah sekarang salah dan bisa jadi menyalahi arti yang sebenarnya.<br />Setelah renovasi di sekitar areal pemakamam dilakukan mantan Menteri Koperasi dan Kepala Bulog Bustanul Arifin yang juga asal Aceh menyumbang sebuah masjid dengan arsitek bangunan berbentuk rumah adat gadang di sebelah utara Makam Cut Nyak Dien.<br />Nana menuturkan, makam itu masih sering dikunjungi, baik warga Aceh maupun bukan. “Hampir semua pejabat Aceh pernah ke sini termasuk para prajurit GAM ketika masih memilih jalan senjata begitupun para anggota TNI yang akan menumpas gerakan separatis di Aceh”<br />Nana yang mengaku pekerjaannya sebagai juru kunci merupakan pekerjaan turun temurun dari kakeknya menuturkan “Ayah saya, Jaja, adalah orang yang mau membeberkan sejarah tentang Ibu Prabu dari Seberang bernama Cut Nyak Dien berikut perjuangan sejarahnya menjadi guru ngaji yang selalu diawasi Penjajah Belanda itu” sejak saat itu keluarga Jaja mendarmabaktikan diri menjadi juru kunci makam Tjut Nya’ Dien.</p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><strong>Goa Gunung Kunci </strong></p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;">Selain makam Tjut Nya’ Dien, situs bersejarah lain yang bisa dikunjungi adalah Wana Wisata Gunung Kunci. Wana Wisata Gunung Kunci ini terletak di kelurahan Kota Kulon Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang.<br />Di dalam Wana Wisata Gunung Kunci inilah ada sebuah goa dan benteng peninggalan Belanda. Untuk memasuki tempat wisata alam dan sejarah ini hanya dikenai biaya seharga Rp.1.500,00.<br />Gua dan benteng pertahanan yang diberi nama gua Gunung Kunci ini dibangun pada masa perang dunia I sekitar tahun 1914-1918. Karena lokasinya yang terlindung oleh hutan dengan vegetasi pinus merkusii maka pengelolaannya ada dibawah Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Sumedang.<br />Gua ini berada di sebuah bukit, sehingga untuk mengunjunginya harus menyusuri jalan setapak yang cukup menanjak dan cukup licin jika terjadi hujan. Di bagian puncak bukit, ada tembok benteng yang berbentuk kapal motor dengan panjang kira-kira 70 meter dan 30 meter.<br />Di tengah-tengah benteng ada bangunan-bangunan kamar yang tersembunyi yang atapnya tertimbun tanah sedangkan dibagian bukit, terdapat bangunan bertingkat dua, dan beberapa tangga yang menurun menuju ke perut bukit.<br />Didalam bukit terdapat lorong-lorong gua sekitar sepanjang 200m, menghubungkan kamar-kamar dibawah tanah dan antara pintu masuk menuju kebagian benteng. Ada 17 buah gua diperut bukit ini kata Suyatna, karena ada perbedaan tinggi dihubungkan dengan lorong bertangga.<br />Bentuk kamar-kamar pada umumnya persegi panjang melengkung, terdapat pula dua ruangan yang berbentuk bulat seperti menara dengan garis tengah 3 meter, ruangan bulat ini letaknya tersembul keluar bukit dilengkapi lubang pengintai, tempat mancong senjata berat diletakkan.<br />Keadaan benteng saat ini memang kurang terawat. Bahkan ada bagian dinding yang nampaknya akan rubuh. Meskipun demikian ada beberapa fasilitas di kawasan wana wisata ini antara lain lapangan parkir, ruang informasi, mushola, bangku-bangku, shelter, kamar mandi dan WC, tempat bermain anak-anak, sarana atraksi yang berupa panggung terbuka dan lapangan adu domba, satwa langka dan kereta kayuh. Hanya saja fasilitas-fasilitas tersebut tidak terawat lagipula kawasan wisata ini jarang dikunjungi orang, yang sering datang hanya pelajar SMA atau SMP yang bergerombol dengan teman atau pacar masing-masing.<br />Bukan suatu hal rahasia jika kawasan wisata yang sejuk dan rindang karena banykanya pohon dijadikan tempat pacaran remaja maupun orang dewasa. Hanya saja jika berwisata kesana ada baiknya untuk membawa sendiri bekal makanan dan minuman karena tidak ada penjual makanan atau minuman yang ada disana.</p> </div>Sumedanghttp://www.blogger.com/profile/07745853117072452947noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3750524228251380389.post-39830516567489543072010-02-10T23:22:00.001-08:002010-02-10T23:31:53.081-08:00Sejarah Sumedang<p><b>Kerajaan Sumedang Larang</b> adalah salah satu kerajaan Islam yang diperkirakan berdiri sejak <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Abad_ke-15" title="Abad ke-15">abad ke-15</a> Masehi di Jawa Barat, Indonesia. Popularitas kerajaan ini tidak sebesar popularitas kerajaan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Demak" title="Kesultanan Demak">Demak</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Mataram" title="Kerajaan Mataram">Mataram</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Banten" title="Kerajaan Banten" class="mw-redirect">Banten</a> dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Cirebon" title="Kesultanan Cirebon">Cirebon</a> dalam literatur sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Tapi, keberadaan kerajaan ini merupakan bukti sejarah yang sangat kuat pengaruhnya dalam penyebaran Islam di Jawa Barat, sebagaimana yang dilakukan oleh <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Cirebon" title="Kesultanan Cirebon">Kerajaan Cirebon</a> dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Banten" title="Kerajaan Banten" class="mw-redirect">Kerajaan Banten</a>.</p> <table id="toc" class="toc"> <tbody><tr> <td> <div id="toctitle"> <h2>Daftar isi</h2> <span class="toctoggle">[<a href="javascript:toggleToc()" class="internal" id="togglelink">sembunyikan</a>]</span></div> <ul><li class="toclevel-1 tocsection-1"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#Sejarah"><span class="tocnumber">1</span> <span class="toctext">Sejarah</span></a></li><li class="toclevel-1 tocsection-2"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#Asal-mula_nama"><span class="tocnumber">2</span> <span class="toctext">Asal-mula nama</span></a></li><li class="toclevel-1 tocsection-3"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#Pemerintahan_berdaulat"><span class="tocnumber">3</span> <span class="toctext">Pemerintahan berdaulat</span></a> <ul><li class="toclevel-2 tocsection-4"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#Prabu_Agung_Resi_Cakrabuana_.28950_M.29"><span class="tocnumber">3.1</span> <span class="toctext">Prabu Agung Resi Cakrabuana (950 M)</span></a></li><li class="toclevel-2 tocsection-5"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#Ratu_Pucuk_Umun_dan_Pangeran_Santri"><span class="tocnumber">3.2</span> <span class="toctext">Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri</span></a></li><li class="toclevel-2 tocsection-6"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#Prabu_Geusan_Ulun"><span class="tocnumber">3.3</span> <span class="toctext">Prabu Geusan Ulun</span></a></li></ul> </li><li class="toclevel-1 tocsection-7"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#Pemerintahan_di_bawah_Mataram"><span class="tocnumber">4</span> <span class="toctext">Pemerintahan di bawah Mataram</span></a> <ul><li class="toclevel-2 tocsection-8"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#Dipati_Rangga_Gempol"><span class="tocnumber">4.1</span> <span class="toctext">Dipati Rangga Gempol</span></a></li><li class="toclevel-2 tocsection-9"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#Dipati_Rangga_Gede"><span class="tocnumber">4.2</span> <span class="toctext">Dipati Rangga Gede</span></a></li><li class="toclevel-2 tocsection-10"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#Dipati_Ukur"><span class="tocnumber">4.3</span> <span class="toctext">Dipati Ukur</span></a></li></ul> </li><li class="toclevel-1 tocsection-11"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#Pembagian_wilayah_kerajaan"><span class="tocnumber">5</span> <span class="toctext">Pembagian wilayah kerajaan</span></a></li><li class="toclevel-1 tocsection-12"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#Peninggalan_budaya"><span class="tocnumber">6</span> <span class="toctext">Peninggalan budaya</span></a></li><li class="toclevel-1 tocsection-13"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#Lihat_pula"><span class="tocnumber">7</span> <span class="toctext">Lihat pula</span></a></li><li class="toclevel-1 tocsection-14"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#Catatan_kaki"><span class="tocnumber">8</span> <span class="toctext">Catatan kaki</span></a></li><li class="toclevel-1 tocsection-15"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#Pranala_luar"><span class="tocnumber">9</span> <span class="toctext">Pranala luar</span></a></li></ul> </td> </tr> </tbody></table> <script type="text/javascript"> //<![CDATA[ if (window.showTocToggle) { var tocShowText = "tampilkan"; var tocHideText = "sembunyikan"; showTocToggle(); } //]]> </script> <h2><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Sumedang_Larang&action=edit&section=1" title="Sunting bagian: Sejarah">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Sejarah">Sejarah</span></h2> <p>Kerajaan Sumedang Larang (kini <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sumedang" title="Kabupaten Sumedang">Kabupaten Sumedang</a>) adalah salah satu dari berbagai kerajaan Sunda yang ada di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Terdapat kerajaan Sunda lainnya seperti <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Pajajaran" title="Kerajaan Pajajaran">Kerajaan Pajajaran</a> yang juga masih berkaitan erat dengan kerajaan sebelumnya yaitu (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sunda_dan_Kerajaan_Galuh" title="Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh" class="mw-redirect">Kerajaan Sunda-Galuh</a>), namun keberadaan Kerajaan Pajajaran berakhir di wilayah <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pakuan" title="Pakuan" class="mw-redirect">Pakuan</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bogor" title="Bogor" class="mw-redirect">Bogor</a>, karena serangan aliansi kerajaan-kerajaan Cirebon, Banten dan Demak (Jawa Tengah). Sejak itu, Sumedang Larang dianggap menjadi penerus Pajajaran dan menjadi kerajaan yang memiliki otonomi luas untuk menentukan nasibnya sendiri.</p> <table class="wikitable"> <tbody><tr> <th>No.</th> <th>Masa<sup id="cite_ref-brosur_0-0" class="reference"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#cite_note-brosur-0">[1]</a></sup></th> <th>Tahun</th> </tr> <tr> <td>1</td> <td>Kerajaan Sumedang Larang</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/900" title="900">900</a> - 1601</td> </tr> <tr> <td>2</td> <td>Pemerintahan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Mataram_II" title="Mataram II" class="mw-redirect">Mataram II</a></td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1601" title="1601">1601</a> - 1706</td> </tr> <tr> <td>3</td> <td>Pemerintahan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Vereenigde_Oostindische_Compagnie" title="Vereenigde Oostindische Compagnie">Vereenigde Oostindische Compagnie</a> (VOC)</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1706" title="1706">1706</a> - 1811</td> </tr> <tr> <td>4</td> <td>Pemerintahan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Inggris" title="Inggris">Inggris</a></td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1811" title="1811">1811</a> - 1816</td> </tr> <tr> <td>5</td> <td>Pemerintahan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Belanda" title="Belanda">Belanda</a> / Nederland Oost-Indie</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1816" title="1816">1816</a> - 1942</td> </tr> <tr> <td>6</td> <td>Pemerintahan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jepang" title="Jepang">Jepang</a></td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1942" title="1942">1942</a> - 1945</td> </tr> <tr> <td>7</td> <td>Pemerintahan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Indonesia" title="Republik Indonesia" class="mw-redirect">Republik Indonesia</a></td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1945" title="1945">1945</a> - 1947</td> </tr> <tr> <td>8</td> <td>Pemerintahan Republik Indonesia / Belanda</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1947" title="1947">1947</a> - 1949</td> </tr> <tr> <td>9</td> <td>Pemerintahan Negara <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pasundan&action=edit&redlink=1" class="new" title="Pasundan (halaman belum tersedia)">Pasundan</a></td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1949" title="1949">1949</a> - 1950</td> </tr> <tr> <td>10</td> <td>Pemerintahan Republik Indonesia</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1950" title="1950">1950</a> - sekarang</td> </tr> </tbody></table> <p><br /></p> <h2><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Sumedang_Larang&action=edit&section=2" title="Sunting bagian: Asal-mula nama">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Asal-mula_nama">Asal-mula nama</span></h2> <p>Kerajaan Sumedang Larang berasal dari pecahan kerajaan Sunda-Galuh yang beragama <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hindu" title="Hindu" class="mw-redirect">Hindu</a>, yang didirikan oleh <b>Prabu Aji Putih</b> atas perintah Prabu Suryadewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Pajajaran, Bogor. Seiring dengan perubahan zaman dan kepemimpinan, nama Sumedang mengalami beberapa perubahan. Yang pertama yaitu Kerajaan Tembong Agung (<i>Tembong</i> artinya nampak dan <i>Agung</i> artinya luhur) dipimpin oleh Prabu Guru Aji Putih pada abad ke XII. Kemudian pada masa zaman <b>Prabu Tajimalela</b>, diganti menjadi <i>Himbar</i> <i>Buana</i>, yang berarti menerangi alam, Prabu Tajimalela pernah berkata “<i>Insun medal; Insun madangan</i>”. Artinya Aku dilahirkan; Aku menerangi. Kata Sumedang diambil dari kata <i>Insun Madangan</i> yang berubah pengucapannya menjadi <i>Sun Madang</i> yang selanjutnya menjadi Sumedang. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata <i>Insun Medal</i> yang berubah pengucapannya menjadi Sumedang dan <i>Larang</i> berarti sesuatu yang tidak ada tandingnya.</p> <h2><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Sumedang_Larang&action=edit&section=3" title="Sunting bagian: Pemerintahan berdaulat">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Pemerintahan_berdaulat">Pemerintahan berdaulat</span></h2> <table class="wikitable"> <tbody><tr> <th>No.</th> <th><br /></th> <th>Nama<sup id="cite_ref-brosur_0-1" class="reference"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#cite_note-brosur-0">[1]</a></sup></th> <th>Tahun</th> </tr> <tr> <td><b>1</b></td> <td><br /></td> <td><b>Nama Raja-raja Kerajaan Sumedang Larang</b></td> <td><br /></td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>a</td> <td>Prabu Guru Aji Putih</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/900" title="900">900</a></td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>b</td> <td>Prabu Agung Resi Cakrabuana / Prabu Taji Malela</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/950" title="950">950</a></td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>c</td> <td>Prabu Gajah Agung</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/980" title="980">980</a></td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>d</td> <td>Sunan Guling</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1000" title="1000">1000</a></td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>e</td> <td>Sunan Tuakan</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1200" title="1200">1200</a></td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>f</td> <td>Nyi Mas Ratu Patuakan</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1450" title="1450">1450</a></td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>g</td> <td>Ratu Pucuk Umun / Nyi Mas Ratu Dewi Inten Dewata</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1530" title="1530">1530</a> - 1578</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>h</td> <td>Prabu Geusan Ulun / Pangeran Angkawijaya</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1578" title="1578">1578</a> - 1601</td> </tr> <tr> <td><b>2</b></td> <td><br /></td> <td><b>Nama Bupati Wedana Masa Pemerintahan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Mataram_II" title="Mataram II" class="mw-redirect">Mataram II</a></b></td> <td><br /></td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>a</td> <td>R. Suriadiwangsa / Pangeran Rangga Gempol I</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1601" title="1601">1601</a> - 1625</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>b</td> <td>Pangeran Rangga Gede</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1625" title="1625">1625</a> - 1633</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>c</td> <td>Pangeran Rangga Gempol II</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1633" title="1633">1633</a> - 1656</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>d</td> <td>Pangeran Panembahan / Pangeran Rangga Gempol III</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1656" title="1656">1656</a> - 1706</td> </tr> <tr> <td><b>3</b></td> <td><br /></td> <td><b>Nama Bupati Wedana Masa Pemerintahan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/VOC" title="VOC" class="mw-redirect">VOC</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Inggris" title="Inggris">Inggris</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Belanda" title="Belanda">Belanda</a> dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jepang" title="Jepang">Jepang</a></b></td> <td><br /></td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>a</td> <td>Dalem Tumenggung Tanumaja</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1706" title="1706">1706</a> - 1709</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>b</td> <td>Pangeran Karuhun</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1709" title="1709">1709</a> - 1744</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>c</td> <td>Dalem Istri Rajaningrat</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1744" title="1744">1744</a> - 1759</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>d</td> <td>Dalem Anom</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1759" title="1759">1759</a> - 1761</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>e</td> <td>Dalem Adipati Surianagara</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1761" title="1761">1761</a> - 1765</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>f</td> <td>Dalem Adipati Surialaga</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1765" title="1765">1765</a> - 1773</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>g</td> <td>Dalem Adipati Tanubaja (Parakan Muncang)</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1773" title="1773">1773</a> - 1775</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>h</td> <td>Dalem Adipati Patrakusumah (Parakan Muncang)</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1775" title="1775">1775</a> - 1789</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>i</td> <td>Dalem Aria Sacapati</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1789" title="1789">1789</a> - 1791</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>j</td> <td>Pangeran Kornel / Pangeran Kusumahdinata</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1791" title="1791">1791</a> - 1800</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>k</td> <td>Bupati Republik Batavia Nederland</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1800" title="1800">1800</a> - 1810</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>l</td> <td>Bupati Kerajaan Nederland, dibawah Lodewijk, Adik <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Napoleon_Bonaparte" title="Napoleon Bonaparte">Napoleon Bonaparte</a></td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1805" title="1805">1805</a> - 1810</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>m</td> <td>Bupati Kerajaan Nederland, dibawah Kaisar Napoleon Bonaparte</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1810" title="1810">1810</a> - 1811</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>n</td> <td>Bupati Masa Pemerintahan Inggris</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1811" title="1811">1811</a> - 1815</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>o</td> <td>Bupati Kerajaan Nederland</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1815" title="1815">1815</a> - 1828</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>p</td> <td>Dalem Adipati Kusumahyuda / Dalem Ageung</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1828" title="1828">1828</a> - 1833</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>q</td> <td>Dalem Adipati Kusumahdinata / Dalem Alit</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1833" title="1833">1833</a> - 1834</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>r</td> <td>Dalem Tumenggung Suriadilaga / Dalem Sindangraja</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1834" title="1834">1834</a> - 1836</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>s</td> <td>Pangeran Suria Kusumah Adinata / Pangeran Soegih</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1836" title="1836">1836</a> - 1882</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>t</td> <td>Pangeran Aria Suria Atmaja / Pangeran Mekkah</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1882" title="1882">1882</a> - 1919</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>u</td> <td>Dalem Adipati Aria Kusumahdilaga / Dalem Bintang</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1919" title="1919">1919</a> - 1937</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>v</td> <td>Dalem Tumenggung Aria Suria Kusumah Adinata / Dalem Aria Sumantri</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1937" title="1937">1937</a> - 1942</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>w</td> <td>Bupati Masa Pemerintahan Jepang</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1942" title="1942">1942</a> - 1945</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>x</td> <td>Bupati Masa Peralihan Republik Indonesia</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1945" title="1945">1945</a> - 1946</td> </tr> <tr> <td><b>4</b></td> <td><br /></td> <td><b>Bupati Masa Pemerintahan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Indonesia" title="Republik Indonesia" class="mw-redirect">Republik Indonesia</a></b></td> <td><br /></td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>a</td> <td>Raden Hasan Suria Sacakusumah</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1946" title="1946">1946</a> - 1947</td> </tr> <tr> <td><b>5</b></td> <td><br /></td> <td><b>Bupati Masa Pemerintahan Belanda / Indonesia</b></td> <td><br /></td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>a</td> <td>Raden Tumenggung M. Singer</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1947" title="1947">1947</a> - 1949</td> </tr> <tr> <td><b>6</b></td> <td><br /></td> <td><b>Bupati Masa Pemerintahan Negara Pasundan</b></td> <td><br /></td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>a</td> <td>Raden Hasan Suria Sacakusumah</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1949" title="1949">1949</a> - 1950</td> </tr> <tr> <td><b>7</b></td> <td><br /></td> <td><b>Bupati Masa Pemerintahan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Indonesia" title="Republik Indonesia" class="mw-redirect">Republik Indonesia</a></b></td> <td><br /></td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>a</td> <td>Radi (Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia)</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1950" title="1950">1950</a></td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>b</td> <td>Raden Abdurachman Kartadipura</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1950" title="1950">1950</a> - 1951</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>c</td> <td>Sulaeman Suwita Kusumah</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1951" title="1951">1951</a> - 1958</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>d</td> <td>Antan Sastradipura</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1958" title="1958">1958</a> - 1960</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>e</td> <td>Muhammad Hafil</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1960" title="1960">1960</a> - 1966</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>f</td> <td>Adang Kartaman</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1966" title="1966">1966</a> - 1970</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>g</td> <td>Drs. Supian Iskandar</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1970" title="1970">1970</a> - 1972</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>h</td> <td>Drs. Supian Iskandar</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1972" title="1972">1972</a> - 1977</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>i</td> <td>Drs. Kustandi Abdurahman</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1977" title="1977">1977</a> - 1983</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>j</td> <td>Drs. Sutarja</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1983" title="1983">1983</a> - 1988</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>k</td> <td>Drs. Sutarja</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1988" title="1988">1988</a> - 1993</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>l</td> <td>Drs. H. Moch. Husein Jachja Saputra</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1993" title="1993">1993</a> - 1998</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>m</td> <td>Drs. H. Misbach</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1998" title="1998">1998</a> - 2003</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>n</td> <td>H. Don Murdono,SH. Msi</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/2003" title="2003">2003</a> - 2008</td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td>o</td> <td>H. Don Murdono,SH. Msi</td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/2008" title="2008">2008</a> - 2013</td> </tr> </tbody></table> <p><br /></p> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Sumedang_Larang&action=edit&section=4" title="Sunting bagian: Prabu Agung Resi Cakrabuana (950 M)">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Prabu_Agung_Resi_Cakrabuana_.28950_M.29">Prabu Agung Resi Cakrabuana (950 M)</span></h3> <p><b>Prabu Agung Resi Cakrabuana</b> atau lebih dikenal <b>Prabu Tajimalela</b> dianggap sebagai pokok berdirinya Kerajaan Sumedang. Pada awal berdiri bernama <i>Kerajaan Tembong Agung</i> dengan ibukota di <i>Leuwihideung</i> (sekarang Kecamatan Darmaraja). Ia punya tiga putra yaitu <b>Prabu Lembu Agung, Prabu Gajah Agung</b>, dan <b>Sunan Geusan Ulun</b>.</p> <p>Berdasarkan Layang Darmaraja, Prabu Tajimalela memberi perintah kepada kedua putranya (Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung), yang satu menjadi raja dan yang lain menjadi wakilnya (patih). Tapi keduanya tidak bersedia menjadi raja. Oleh karena itu, Prabu Tajimalela memberi ujian kepada kedua putranya jika kalah harus menjadi raja. Kedua putranya diperintahkan pergi ke Gunung Nurmala (sekarang Gunung Sangkanjaya). Keduanya diberi perintah harus menjaga sebilah pedang dan kelapa muda (duwegan/degan). Tetapi, Prabu Gajah Agung karena sangat kehausan beliau membelah dan meminum air kelapa muda tersebut sehingga beliau dinyatakan kalah dan harus menjadi raja Kerajaan Sumedang Larang tetapi wilayah ibu kota harus mencari sendiri. Sedangkan Prabu Lembu Agung tetap di Leuwihideung, menjadi raja sementara yang biasa disebut juga Prabu Lembu Peteng Aji untuk sekedar memenuhi wasiat Prabu Tajimalela. Setelah itu Kerajaan Sumedang Larang diserahkan kepada Prabu Gajah Agung dan Prabu Lembu Agung menjadi resi. Prabu Lembu Agung dan pera keturunannya tetap berada di Darmaraja. Sedangkan Sunan Geusan Ulun dan keturunannya tersebar di Limbangan, Karawang, dan Brebes.</p> <p>Setelah Prabu Gajah Agung menjadi raja maka kerajaan dipindahkan ke Ciguling. Ia dimakamkan di Cicanting Kecamatan Darmaraja. Ia mempunyai dua orang putra, pertama <b>Ratu Istri Rajamantri</b>, menikah dengan Prabu Siliwangi dan mengikuti suaminya pindah ke Pakuan Pajajaran. Kedua <b>Sunan Guling</b>, yang melanjutkan menjadi raja di Kerajaan Sumedang Larang. Setelah Sunan Guling meninggal kemudian dilanjutkan oleh putra tunggalnya yaitu <b>Sunan Tuakan</b>. Setelah itu kerajaan dipimpin oleh putrinya yaitu <b>Nyi Mas Ratu Patuakan</b>. Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai suami yaitu <b>Sunan Corenda</b>, putra Sunan Parung, cucu Prabu Siliwangi (Prabu Ratu Dewata). Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai seorang putri bernama <b>Nyi Mas Ratu Inten Dewata</b> (1530-1578), yang setelah ia meninggal menggantikannya menjadi ratu dengan gelar <b>Ratu Pucuk Umun</b>.</p> <p>Ratu Pucuk Umun menikah dengan <b>Pangeran Kusumahdinata</b>, putra Pangeran Pamalekaran (Dipati Teterung), putra Aria Damar Sultan Palembang keturunan Majapahit. Ibunya Ratu Martasari/Nyi Mas Ranggawulung, keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon. <b>Pangeran Kusumahdinata</b> lebih dikenal dengan julukan <b>Pangeran Santri</b> karena asalnya yang dari pesantren dan perilakunya yang sangat alim. Dengan pernikahan tersebut berakhirlah masa kerajaan Hindu di Sumedang Larang. Sejak itulah mulai menyebarnya agama Islam di wilayah Sumedang Larang.</p> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Sumedang_Larang&action=edit&section=5" title="Sunting bagian: Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Ratu_Pucuk_Umun_dan_Pangeran_Santri">Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri</span></h3> <p>Pada pertengahan abad ke-16, mulailah corak agama Islam mewarnai perkembangan Sumedang Larang. Ratu Pucuk Umun, seorang wanita keturunan raja-raja Sumedang kuno yang merupakan seorang Sunda muslimah; menikahi <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pangeran_Santri&action=edit&redlink=1" class="new" title="Pangeran Santri (halaman belum tersedia)">Pangeran Santri</a> (1505-1579 M) yang bergelar <b>Ki Gedeng Sumedang</b> dan memerintah Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut. Pangeran Santri adalah cucu dari Syekh Maulana Abdurahman (Sunan Panjunan) dan cicit dari <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Syekh_Datuk_Kahfi" title="Syekh Datuk Kahfi">Syekh Datuk Kahfi</a>, seorang ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal dari Mekkah dan menyebarkan agama Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan Sunda. Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun ini melahirkan <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Prabu_Geusan_Ulun&action=edit&redlink=1" class="new" title="Prabu Geusan Ulun (halaman belum tersedia)">Prabu Geusan Ulun</a> atau dikenal dengan <b>Prabu Angkawijaya</b>. Pada masa Ratu Pucuk Umun, ibukota Kerajaan Sumedang Larang dipindahkan dari Ciguling ke Kutamaya.</p> <p>Dari pernikahan Ratu Pucuk Umun dengan Pangeran Santri memiliki enam orang anak, yaitu :</p> <ol><li>Pangeran Angkawijaya (yang tekenal dengan gelar Prabu Geusan Ulun)</li><li>Kiyai Rangga Haji, yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya memeluk agama Islam.</li><li>Kiyai Demang Watang di Walakung.</li><li>Santowaan Wirakusumah, yang keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan, Subang.</li><li>Santowaan Cikeruh.</li><li>Santowaan Awiluar.</li></ol> <p>Ratu Pucuk Umun dimakamkan di Gunung Ciung Pasarean Gede di Kota Sumedang.</p> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Sumedang_Larang&action=edit&section=6" title="Sunting bagian: Prabu Geusan Ulun">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Prabu_Geusan_Ulun">Prabu Geusan Ulun</span></h3> <p>Prabu Geusan Ulun (1580-1608 M) dinobatkan untuk menggantikan kekuasaan ayahnya, Pangeran Santri. Ia menetapkan Kutamaya sebagai ibukota kerajaan Sumedang Larang, yang letaknya di bagian Barat kota. Wilayah kekuasaannya meliputi Kuningan, Bandung, Garut, Tasik, Sukabumi (Priangan) kecuali Galuh (Ciamis). Kerajaan Sumedang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan yang pesat di bidang sosial, budaya, agama, militer dan politik pemerintahan. Setelah wafat pada tahun 1608, putera angkatnya, Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata atau Rangga Gempol I, yang dikenal dengan nama <b>Raden Aria Suradiwangsa</b> menggantikan kepemimpinannya.</p> <p>Pada masa awal pemerintahan Prabu Geusan Ulun, Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan sedang dalam masa kehancurannya karena diserang oleh Kerajaan Banten yang dipimpin Sultan Maulana Yusuf dalam rangka menyebarkan Agama Islam. Oleh karena penyerangan itu Kerajaan Pajajaran hancur. Pada saat-saat kekalahan Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi sebelum meninggalkan Keraton beliau mengutus empat prajurit pilihan tangan kanan Prabu Siliwangi untuk pergi ke Kerajaan Sumedang dengan rakyat Pajajaran untuk mencari perlindungan yang disebut Kandaga Lante. Kandaga Lante tersebut menyerahkan mahkota emas simbol kekuasaan Raja Pajajaran, kalung bersusun dua dan tiga, serta perhiasan lainnya seperti benten, siger, tampekan, dan kilat bahu (pusaka tersebut masih tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun si Sumedang). Kandaga Lante yang menyerahkan tersebut empat orang yaitu Sanghyang Hawu atau Embah Jayaperkosa, Batara Dipati Wiradijaya atau Embah Nangganan, Sanghyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana atau Embah Terong Peot.</p> <p>Walaupun pada waktu itu tempat penobatan raja direbut oleh pasukan Banten (wadyabala Banten) tetapi mahkota kerajaan terselamatkan. Dengan diberikannya mahkota tersebut kepada Prabu Geusan Ulun, maka dapat dianggap bahwa Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan menjadi bagian Kerajaan Sumedang Larang, sehingga wilayah Kerajaan Sumedang Larang menjadi luas. Batas wilayah baratnya Sungai Cisadane, batas wilayah timurnya Sungai Cipamali (kecuali Cirebon dan Jayakarta), batas sebelah utaranya Laut Jawa, dan batas sebelah selatannya Samudera Hindia.</p> <p>Secara politik Kerajaan Sumedang Larang didesak oleh tiga musuh: yaitu Kerajaan Banten yang merasa terhina dan tidak menerima dengan pengangkatan Prabu Geusan Ulun sebagai pengganti Prabu Siliwangi; pasukan VOC di Jayakarta yang selalu mengganggu rakyat; dan Kesultanan Cirebon yang ditakutkan bergabung dengan Kesultanan Banten. Pada masa itu Kesultanan Mataram sedang pada masa kejayaannya, banyak kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara yang menyatakan bergabung kepada Mataram. Dengan tujuan politik pula akhirnya Prabu Geusan Ulun menyatakan bergabung dengan Kesultanan Mataram dan beliau pergi ke Demak dengan tujuan untuk mendalami agama Islam dengan diiringi empat prajurit setianya (Kandaga Lante). Setelah dari pesantren di Demak, sebelum pulang ke Sumedang ia mampir ke Cirebon untuk bertemu dengan <b>Panembahan Ratu</b> penguasa Cirebon, dan disambut dengan gembira karena mereka berdua sama-sama keturunan Sunan Gunung Jati.</p> <p>Dengan sikap dan perilakunya yang sangat baik serta wajahnya yang rupawan, Prabu Geusan Ulun disenangi oleh penduduk di Cirebon. Permaisuri Panembahan Ratu yang bernama <b>Ratu Harisbaya</b> jatuh cinta kepada Prabu Geusan Ulun. Ketika dalam perjalanan pulang ternyata tanpa sepengetahuannya, Ratu Harisbaya ikut dalam rombongan, dam karena Ratu Harisbaya mengancam akan bunuh diri akhirnya dibawa pulang ke Sumedang. Karena kejadian itu, Panembahan Ratu marah besar dan mengirim pasukan untuk merebut kembali Ratu Harisbaya sehingga terjadi perang antara Cirebon dan Sumedang.</p> <p>Akhirnya <b>Sultan Agung</b> dari Mataram meminta kepada Panembahan Ratu untuk berdamai dan menceraikan Ratu Harisbaya yang aslinya dari Pajang-Demak dan dinikahkan oleh Sultan Agung dengan Panembahan Ratu. Panembahan Ratu bersedia dengan syarat Sumedang menyerahkan wilayah sebelah barat Sungai Cilutung (sekarang Majalengka) untuk menjadi wilayah Cirebon. Karena peperangan itu pula ibukota dipindahkan ke Gunung Rengganis, yang sekarang disebut Dayeuh Luhur.</p> <p>Prabu Geusan Ulun memiliki tiga orang istri: yang pertama Nyi Mas Cukang Gedeng Waru, putri Sunan Pada; yang kedua Ratu Harisbaya dari Cirebon, dan yang ketiga Nyi Mas Pasarean. Dari ketiga istrinya tersebut ia memiliki lima belas orang anak:</p> <ol><li>Pangeran Rangga Gede, yang merupakan cikal bakal bupati Sumedang</li><li>Raden Aria Wiraraja, di Lemahbeureum, Darmawangi</li><li>Kiyai Kadu Rangga Gede</li><li>Kiyai Rangga Patra Kalasa, di Cundukkayu</li><li>Raden Aria Rangga Pati, di Haurkuning</li><li>Raden Ngabehi Watang</li><li>Nyi Mas Demang Cipaku</li><li>Raden Ngabehi Martayuda, di Ciawi</li><li>Rd. Rangga Wiratama, di Cibeureum</li><li>Rd. Rangga Nitinagara, di Pagaden dan Pamanukan</li><li>Nyi Mas Rangga Pamade</li><li>Nyi Mas Dipati Ukur, di Bandung</li><li>Rd. Suridiwangsa, putra Ratu Harisbaya dari Panemabahan Ratu</li><li>Pangeran Tumenggung Tegalkalong</li><li>Rd. Kiyai Demang Cipaku, di Dayeuh Luhur.</li></ol> <p>Prabu Geusan Ulun merupakan raja terakhir Kerajaan Sumedang Larang, karena selanjutnya menjadi bagian Mataram dan pangkat raja turun menjadi adipati (bupati).</p> <p><br /></p> <h2><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Sumedang_Larang&action=edit&section=7" title="Sunting bagian: Pemerintahan di bawah Mataram">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Pemerintahan_di_bawah_Mataram">Pemerintahan di bawah Mataram</span></h2> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Sumedang_Larang&action=edit&section=8" title="Sunting bagian: Dipati Rangga Gempol">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Dipati_Rangga_Gempol">Dipati Rangga Gempol</span></h3> <p>Pada saat Rangga Gempol memegang kepemimpinan, pada tahun 1620 M Sumedang Larang dijadikannya wilayah kekuasaan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Mataram" title="Kerajaan Mataram">Kerajaan Mataram</a> di bawah <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sultan_Agung" title="Sultan Agung" class="mw-redirect">Sultan Agung</a>, dan statusnya sebagai 'kerajaan' dirubahnya menjadi 'kabupatian wedana'. Hal ini dilakukannya sebagai upaya menjadikan wilayah Sumedang sebagai wilayah pertahanan Mataram dari serangan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Banten" title="Kerajaan Banten" class="mw-redirect">Kerajaan Banten</a> dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Belanda" title="Belanda">Belanda</a>, yang sedang mengalami konflik dengan Mataram. Sultan Agung kemudian memberikan perintah kepada Rangga Gempol beserta pasukannya untuk memimpin penyerangan ke <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sampang" title="Sampang" class="mw-redirect">Sampang</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Madura" title="Madura">Madura</a>. Sedangkan pemerintahan untuk sementara diserahkan kepada adiknya, Dipati Rangga Gede.</p> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Sumedang_Larang&action=edit&section=9" title="Sunting bagian: Dipati Rangga Gede">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Dipati_Rangga_Gede">Dipati Rangga Gede</span></h3> <p>Ketika setengah kekuatan militer kadipaten Sumedang Larang diperintahkan pergi ke Madura atas titah Sultan Agung, datanglah dari pasukan Kerajaan Banten untuk menyerbu. Karena Rangga Gede tidak mampu menahan serangan pasukan Banten, ia akhirnya melarikan diri. Kekalahan ini membuat marah Sultan Agung sehingga ia menahan Dipati Rangga Gede, dan pemerintahan selanjutnya diserahkan kepada Dipati Ukur.</p> <p><br /></p> <h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Sumedang_Larang&action=edit&section=10" title="Sunting bagian: Dipati Ukur">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Dipati_Ukur">Dipati Ukur</span></h3> <p>Sekali lagi, Dipati Ukur diperintahkan oleh Sultan Agung untuk bersama-sama pasukan Mataram untuk menyerang dan merebut pertahanan Belanda di Batavia (Jakarta) yang pada akhirnya menemui kegagalan. Kekalahan pasukan Dipati Ukur ini tidak dilaporkan segera kepada Sultan Agung, diberitakan bahwa ia kabur dari pertanggung jawabannya dan akhirnya tertangkap dari persembunyiannya atas informasi mata-mata Sultan Agung yang berkuasa di wilayah Priangan.</p> <p><br /></p> <h2><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Sumedang_Larang&action=edit&section=11" title="Sunting bagian: Pembagian wilayah kerajaan">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Pembagian_wilayah_kerajaan">Pembagian wilayah kerajaan</span></h2> <p>Setelah habis masa hukumannya, Dipati Rangga Gede diberikan kekuasaan kembali untuk memerintah di Sumedang. Sedangkan wilayah Priangan di luar Sumedang dan Galuh (Ciamis), oleh Mataram dibagi menjadi tiga bagian<sup id="cite_ref-1" class="reference"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#cite_note-1">[2]</a></sup>:</p> <ul><li>Kabupaten Sukapura, dipimpin oleh Ki Wirawangsa Umbul Sukakerta, gelar Tumenggung <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Wiradadaha" title="Wiradadaha">Wiradegdaha/R. Wirawangsa</a>,</li><li>Kabupaten Bandung, dipimpin oleh Ki Astamanggala Umbul Cihaurbeuti, gelar Tumenggung Wirangun-angun,</li><li>Kabupaten Parakanmuncang, dipimpin oleh Ki Somahita Umbul Sindangkasih, gelar Tumenggung Tanubaya.</li></ul> <p>Kesemua wilayah tersebut berada dibawah pengawasan Rangga Gede (atau Rangga Gempol II), yang sekaligus ditunjuk Mataram sebagai Wadana Bupati (kepala para bupati) Priangan.</p> <h2><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Sumedang_Larang&action=edit&section=12" title="Sunting bagian: Peninggalan budaya">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Peninggalan_budaya">Peninggalan budaya</span></h2> <p>Hingga kini, Sumedang masih berstatus kabupaten, sebagai sisa peninggalan konflik politik yang banyak diintervensi oleh Kerajaan Mataram pada masa itu. Adapun artefak sejarah berupa pusaka perang, atribut kerajaan, perlengkapan raja-raja dan naskah kuno peninggalan Kerajaan Sumedang Larang masih dapat dilihat secara umum di <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Prabu_Geusan_Ulun" title="Museum Prabu Geusan Ulun">Museum Prabu Geusan Ulun</a>, Sumedang letaknya tepat di selatan alun-alun kota Sumedang, bersatu dengan Gedung Srimanganti dan bangunan pemerintah daerah setempat.</p> <h2><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Sumedang_Larang&action=edit&section=13" title="Sunting bagian: Lihat pula">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Lihat_pula">Lihat pula</span></h2> <ul><li><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sumedang" title="Kabupaten Sumedang">Kabupaten Sumedang</a></li><li><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Prabu_Geusan_Ulun" title="Museum Prabu Geusan Ulun">Museum Prabu Geusan Ulun</a></li></ul> <h2><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Sumedang_Larang&action=edit&section=14" title="Sunting bagian: Catatan kaki">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Catatan_kaki">Catatan kaki</span></h2> <div class="references-small references-column-count references-column-count-2" style="-moz-column-count: 2;"> <ol class="references"><li id="cite_note-brosur-0"><b>^</b> <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#cite_ref-brosur_0-0"><sup>a</sup></a> <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#cite_ref-brosur_0-1"><sup>b</sup></a> Kartadibrata, R.M. Abdullah. 1989. <i>Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang</i>, Brosur. Yayasan Pangeran Sumedang, Museum Prabu Geusan Ulun. Cetakan ke-2.</li><li id="cite_note-1"><b><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang#cite_ref-1">^</a></b> Anonim. Tanpa tahun. <i>Sajarah Sukapura</i>. Pemegang naskah R. Sulaeman Anggapradja. Kota Kulon, Garut Kota.</li></ol> </div> <h2><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Sumedang_Larang&action=edit&section=15" title="Sunting bagian: Pranala luar">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Pranala_luar">Pranala luar</span></h2>Sumedanghttp://www.blogger.com/profile/07745853117072452947noreply@blogger.com0